A. LATAR BELAKANG
Bangsa Indonesia merupakan salah satu Bangsa yang banyak mempunyai history panjang dalam peradabannya, tidak terkecuali dengan perkembangan agama Buddha di Bumi Nusantara, catatan sejarah dan peninggalan – peninggalan yang ada adalah salah satu bukti bawasannya nenek moyang kita merupakan penganut dan pemeluk Agama Buddha sejati (tulen). Semua itu dapat dilihat dari perkembangan – perkembangan di jaman kerajaan yang mungkin tidak akan pernah bisa dilupakan oleh sejarah.
Bangsa Indonesia merupakan salah satu Bangsa yang banyak mempunyai history panjang dalam peradabannya, tidak terkecuali dengan perkembangan agama Buddha di Bumi Nusantara, catatan sejarah dan peninggalan – peninggalan yang ada adalah salah satu bukti bawasannya nenek moyang kita merupakan penganut dan pemeluk Agama Buddha sejati (tulen). Semua itu dapat dilihat dari perkembangan – perkembangan di jaman kerajaan yang mungkin tidak akan pernah bisa dilupakan oleh sejarah.
Masa
keemasan Agama Buddha di Bumi Nusantara dimulai sejak dengan berdirinya Kerajaan
Sriwijaya yang wilayah kekuasaannya meliputi (Asia Tenggara ; Thailand,
Kamboja, Malayu, Vietnam, Filipina, Jawa, Kalimantan & Sumatera [Candi
Muara Jambi & Muara Takus] pada Abad 7 – 11 M), kemudian pada masa kejayaan
Wangsa Sailendra – Smaratungga (Abad 8 – 9 M) yang juga meninggalkan suatu maha karya yang sangat luar
biasa dalam peradaban Agama Buddha dibumi nusantara dan dunia yaitu “Candi
Kalasan, Candi Sewu & Candi Borobudur”, selain dari pada itu pada awal masa
Kerajaan Majapahit (1293 – 1500 M), Agama Buddha juga masih dalam puncak
kejayaan, pada masa ini terdapat seorang patih yang sangat terkenal dalam
perjuangannya demi menyatukan Nusantara yaitu “Patih Gajah Mada”.
Seiring
dengan berjalannya sang waktu pada masa Kerajaan Majapahit (14 – 15 M) ternyata
Buddha Dhamma mengalami kemunduran yang cukup memprihatinkan (sejak diawalai
pemberontakan Raden Patah). Agama Buddha dibumi nusantara mulai semakin
menurun populasinya hingga akhirnya tertidur kurang lebih selama 500 tahun
lamanya.
Meskipun
ajaran Buddha sudah dibilang telah hilang dari permukaan bumi nusantara ini,
tetapi sesungguhnya tidak lenyap. Ibarat sebatang pohon yang cabang rantingnya
sudah patah, daunnya sudah rontok, batangnya sudah rubuh, tetapi akarnya belum
tercabut. Jadi meskipun tumbuh tidak segar, rantingnya tidak panjang, batang
tidak besar, daunnya tidak subur karena tidak dipupuk dan iklim tidak
menunjang, tetapi pohon itu tetap hidup. Cuma tumbuhnya kecil seperti bonsai,
namun meskipun bonsai itu kecil, nilainya unggul harganya.
Demikian
halnya agama Buddha yang ada dibumi nusantara ini, ternyata kian hari kian meningkat
perkembangan populasinya, walaupun sejarah
yang ada memang cukup menyakitkan hati, tetapi justru dengan adanya itu
semangat dan kobaran api dalam memperjuangkan dan mengembangkan Buddha Dhamma
dibumi nusantara justru semakin berkobar. Kemajuan perkembangan dan pertahanan
Buddha Dhamma tidak boleh lekang oleh waktu, keabadian Budha Damma dinegeri ini
dipundak kita semua, Seperti yang telah di Sabdakan oleh Sang
Buddha “Appamadena Sampadetta – Berjuanglah dengan sungguh – sungguh”.
Memang
tidak bisa kita pungkiri sejauh ini, tercatat sejak runtuhnya kerajaan
Majapahit (14-15 M) hingga sekarang belum ada satu orangpun Putra Bangsa yang mampu
dan sanggup memberikan satu bentuk maha karya seperti di jamannya Kerajaan Sriwijaya,
Sailendra & Smaratungga dengan satu bangunan Candi, sebagai bentuk ciri
khas dan simbolisasi keagungan Agama Buddha di bumi nusantara ini.
Untuk
itu pada era modern sekarang ini, kami dari segenap Umat Buddha yang telah
meyakini Tiratana (Buddha Dhamma Sangha), ingin mencoba untuk membangun satu monument
yang sangat sakral didalam Agama Buddha setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit (5
Abad) di bumi nusantara yaitu dengan membangun sebuah Candi untuk yang pertama
kalinya di bumi Nusantara ini dengan berbahan baku “BATU” tanpa semen ataupun
besi dan bahan – bahan yang lainnya yang mengandung unsur kimia atau teknologi.
Harapan kami dengan adanya bangunan yang kelak kami wujutkan, dapat mengobarkan
semangat dan kejayaan Buddha Dhamma di Bumi tercinta kita ini, agar semoga anak
cucu kita dikelak kemudian dapat merasakan warisan luhur yang tidak akan
terlupakan di sepanjang masa. Semoga dengan niat dan usaha mulia yang menjadi
tekad kami dapat menggelorakan perjuangan dalam Buddha Dhamma serta memberikan
satu keyakinan yang mendalam bagi umat Buddha di bumi Nusantara khususnya, dan
di seluruh dunia pada umumnya.
B.
Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari
pembangunan “Candi Sima” adalah sebagai berikut :
- Memberi simbol keagunggan dan kebesaran Buddha Dhamma di era sekarang dan era mendatang
- Sebagai sumber pembelajaran dan pengetahuan Buddha Dhamma yang diwujutkan dalam bentuk relief pada dinding candi yang berisikan tuntunan yang ada dalam tripitaka
- Sebagai wujut pengapdian kepada Buddha Dhamma, sekaligus usaha pertahanan dan pengembangan Buddha Dhamma di masa sekarang dan untuk masa yang akan datang
- Sebagai warisan budaya Buddhism untuk generasi dimasa mendatang
0 komentar:
Posting Komentar